Kebanggan biker pemilik motor langka dan antik jelas beda sama pemilik motor supermahal keluaran terbaru. Yang pertama, walau ada uang, motornya belum tentu ada. Sedang yang kedua, asal ada uang, motor pasti tersedia di dealer atau antarbrother. Makanya, pemilik motor langka bisa dibilang bikers yang sangat beruntung.
Begitu juga Utomo yang akrab dipanggil Bro Tomi. Di sela kesibukan sebagai pengusaha, betah berlama-lama di rumah modifikasi Carburators Springs di Tanah kusir, Jakarta Selatan. Di situ ngendon builder Ingnatius ‘Bingky’ Hendra dan partnernya, Eddy Q-Lick, anggota Ikatan Sport Harley-Davidson (ISHD) Jakarta. Bisa ketebak, mereka klop ngobrolin H-D langka.
Seperti H-D JD 1928 milik Tomi ini. Di dunia motor ini termasuk salah satu yang jadi incaran kolektor. Di pasaran dunia, banderol motor ini di kisaran Rp 180 jutaan minus ongkos kirim. Di zamannya, motor ini punya kharisma tersendiri.
Jika H-D the forty five alias 450 cc dijuluki motor pememang perang dunia II, JD punya predikat yang tercepat di masanya. Bayangin, standar bisa melaju 136 km/jam dan jika diseting ala racing pernah tercatat mampu ‘terbang’ sampai 100 mph alias 160 km/jam. Bayangin deh, di tahun 20-an ada motor ngibrit segitu! Kabarnya, hanya produk Henderson tipe KL aja yang bisa menyaingi keganasan JD.
Jadi nggak heran, para motorcycle junkie menyambut datangnya motor ini di dealer kota mereka. H-D company memproduksi sampai 24 ribu JD di 1929 dan kurang lebih 100 unit untuk tipe JDH. Kabarnya pembeli harus inden sekitar Rp 3 jutaan untuk tipe JDH dan Rp 400 ribuan untuk JD biasa. Suatu jumlah yang besar di zaman itu.
Sejarahnya memang unik. Ia bisa dibilang H-D pertama yang mengenalkan ciri motor modern. Selain twin cam sebagai ‘kebutuhan’ motor canggih, tangki dan fendernya juga cenderung lebih lebar. Juga lingkar roda 18 inci yang katanya meminimalisir tongkrongan klasik seperti motor sebelumnya.
Estetika lansiran 1929 ke atas makin ciamik dengan tampilan lampu dobel. Walau nggak begitu membantu menerangi jalan tapi diyakini lebih trendy dari motor sezamannya.
Sadar lingkunganpun sudah diterapkan dengan 4 muffler yang didesain antibising sesuai filosofi H-D yakni Silent, Grey Fellow atau nggak bising dan bersahabat. “Walau nggak seratus persen orisinal, Tomi beruntung memiliki motor ini,” puji Bingky.
Apalagi JD ini dilengkapi optional side car alias sespan dengan tingkat kenyamanan prima.
BERAKHIR 1936
Zaman keemasan JD akhirnya berakhir pada 1936. Pabrikan Harley-Davidson mengeluarkan tipe sakral mereka, The Knuckelhead dan terus menelurkan adik-adik lainnya yakni Panhead dan Shovelhead.
Ketiganya itu yang terus menjadi legenda harleymania sampai akhir 1980-an. Tapi di sisi lain, JD tetap jadi legenda! Anda memang beruntung!
Motorplus
Begitu juga Utomo yang akrab dipanggil Bro Tomi. Di sela kesibukan sebagai pengusaha, betah berlama-lama di rumah modifikasi Carburators Springs di Tanah kusir, Jakarta Selatan. Di situ ngendon builder Ingnatius ‘Bingky’ Hendra dan partnernya, Eddy Q-Lick, anggota Ikatan Sport Harley-Davidson (ISHD) Jakarta. Bisa ketebak, mereka klop ngobrolin H-D langka.
Seperti H-D JD 1928 milik Tomi ini. Di dunia motor ini termasuk salah satu yang jadi incaran kolektor. Di pasaran dunia, banderol motor ini di kisaran Rp 180 jutaan minus ongkos kirim. Di zamannya, motor ini punya kharisma tersendiri.
Jika H-D the forty five alias 450 cc dijuluki motor pememang perang dunia II, JD punya predikat yang tercepat di masanya. Bayangin, standar bisa melaju 136 km/jam dan jika diseting ala racing pernah tercatat mampu ‘terbang’ sampai 100 mph alias 160 km/jam. Bayangin deh, di tahun 20-an ada motor ngibrit segitu! Kabarnya, hanya produk Henderson tipe KL aja yang bisa menyaingi keganasan JD.
Jadi nggak heran, para motorcycle junkie menyambut datangnya motor ini di dealer kota mereka. H-D company memproduksi sampai 24 ribu JD di 1929 dan kurang lebih 100 unit untuk tipe JDH. Kabarnya pembeli harus inden sekitar Rp 3 jutaan untuk tipe JDH dan Rp 400 ribuan untuk JD biasa. Suatu jumlah yang besar di zaman itu.
Sejarahnya memang unik. Ia bisa dibilang H-D pertama yang mengenalkan ciri motor modern. Selain twin cam sebagai ‘kebutuhan’ motor canggih, tangki dan fendernya juga cenderung lebih lebar. Juga lingkar roda 18 inci yang katanya meminimalisir tongkrongan klasik seperti motor sebelumnya.
Estetika lansiran 1929 ke atas makin ciamik dengan tampilan lampu dobel. Walau nggak begitu membantu menerangi jalan tapi diyakini lebih trendy dari motor sezamannya.
Sadar lingkunganpun sudah diterapkan dengan 4 muffler yang didesain antibising sesuai filosofi H-D yakni Silent, Grey Fellow atau nggak bising dan bersahabat. “Walau nggak seratus persen orisinal, Tomi beruntung memiliki motor ini,” puji Bingky.
Apalagi JD ini dilengkapi optional side car alias sespan dengan tingkat kenyamanan prima.
BERAKHIR 1936
Zaman keemasan JD akhirnya berakhir pada 1936. Pabrikan Harley-Davidson mengeluarkan tipe sakral mereka, The Knuckelhead dan terus menelurkan adik-adik lainnya yakni Panhead dan Shovelhead.
Ketiganya itu yang terus menjadi legenda harleymania sampai akhir 1980-an. Tapi di sisi lain, JD tetap jadi legenda! Anda memang beruntung!
Motorplus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar